Percobaan Menulis Puisi

Puisi Telur Kuning

pada suatu siang,

aku tersedak

karena bulir-bulir telur kuning

terasa seperti pasir

tersangkut di tenggorokan

kasar dan bergumpal

tapi tidak bisa aku dorong keluar

mamak melihat airmataku menetes di tepi,

“jangan pilih-pilih makanan”

ujarnya berulang-ulang

lalu menyuapkan satu sendok nasi,

dengan potongan gambas tumis yang bergerigi

aku tidak punya bahasa untuk menolak

selain muntah

asam dan perih di tenggorokan

bercampur asin airmata

mamak memandangi suapan-suapan yang tumpah

dari mulutku dan mengambil kain lap

“kalau sudah kenyang bilang”

jari-jari kakiku yang kurus

bertemu jari-jari tangan mamak,

yang berlumut dan pipih

bertanya-tanya:

cinta dan kasih, mengapa kalian begitu hening?

Burung dan Kelinci

jadi, di dinding kamarmu ada gambar

awalnya burung berwarna kuning dan hijau

di ranting dan berlatar biru tua

di tengah dinding yang pucat dan sepi,

burung itu bertengger tapi tidak bernyanyi

lalu ada gambar kelinci yang belum diwarnai

bukan, itu kucing, ujarmu saat kutanyai

tapi telinganya terlalu panjang, tambahmu lagi

“siapa yang menggambar ini?”

kamu membisikkan sebuah nama yang kemudian aku lupa.

setelah selesai mandi, aku menghadap cermin dan menemukan minyak angin bayi

apa kamu sedang sakit?

kamu mengatakan itu bukan milikmu, tapi milik seorang yang namanya kamu bisik tadi,

aku ingin meminta kamu mengulang lagi,

tapi aku tidak ingin kamu berpikir aku cemburu.

aku tidak tahu apakah itu nama perempuan atau laki-laki,

yang suka memakai minyak angin bayi,

dan menggambar burung juga kucing yang lebih mirip kelinci,

di kamar teman lelaki.


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a comment