Banda Aceh beberapa hari setelah Hari Raya terasa sepi. Kemarin aku dan kawan- kawan keluar, semua orang kayaknya di rumah masing- masing dan enggak banyak yang keluar dan berkeliaran di jalan. Bisa jadi sebagian isi kota Banda Aceh pulang ke kampungnya masing- masing. Tapi sepi kali ini rasanya tenang dan enggak menyesakkan. Menyesakkan misalnya kayak orang yang kita kenal baik tiba- tiba mati kecelakaan. Hahaha.
Aku agak malas sekedar duduk di rumah untuk say hello dengan tamu- tamu, ada saudara dari keluarga besar, ada kawan- kawan keluarga. Pertanyaan kayak, ‘Kuliah dimana? Jurusan apa? Oh, filsafat! Sastra ya?’ ditanya berulang- ulang, setiap kali buka pintu dan salam tamu- tamu. Ya, ya, ya.
Dan keluar rumah, ngendarain motor mio sendirian di jalanan yang kosong rasanya nyaman sekali. Banda Aceh sedikitnya berarti rumah dan kawan- kawan. Sebelumnya, hubungan aku dan beberapa kawan dekat sempat renggang. Ada masalah- masalah yang awalnya sepele, berlanjut dengan dugaan- dugaan yang disimpulkan sendiri, dan berakhir dengan perasaan ‘berjarak’. Hari pertama sampai di Banda Aceh aku kayak enggak merasa ‘pulang’ karena masalah- masalah semacam itu. Aku ngerasa canggung ketemu Mita dan Nindy. Aku bahkan enggak berani ngeliat muka mereka.
Tapi aku akhirnya bicara tentang itu dengan Mita. Dan pelan- pelan memperbaiki semua yang udah kacau. Rasanya lebih lega, biarpun ada beberapa hal yang terjadi karena ‘ketidaksadaran’ dan butuh ‘pertanggungjawaban’ untuk sekarang ini.
Semalam aku lihat kalender dan mulai bikin agenda- agenda pertemuan dengan beberapa kawan yang lain untuk bahas rencana apapun. Tapi libur ini benar- benar singkat dan menjadwal semua pertemuan bikin aku ngerasa sedih. Waktunya terlalu singkat untuk diskusi- diskusi yang panjang dengan kawan- kawan yang seru! Rasa- rasanya aku enggak mau balik dan kuliah tanggal 20 ini!
Leave a reply to Raisa Kamila Cancel reply