Belakangan ini aku sering merasa terlalu kelaparan dan waktu memulai makan aku langsung kekenyangan. Entah ini penyakit hilang selera makan atau apa. Biasanya, di Aceh, aku makan apa aja untuk sarapan. Mamak biasanya bikin nasi goreng atau nyiapin telur dadar untuk dimakan dengan roti. Tiap hari minggu, Ayah biasanya beli nasi pagi yang dibungkus dengan daun pisang, yang paling kusuka nasi guri Pak Rasyid.
Porsinya banyak, ada gulai ayam kampung yang pedas, dan bumbu pedas- manis yang segar. Seingatku, terakhir kali aku makan nasi guri Pak Rasyid itu waktu aku dan sepupu- sepupuku pergi ke pantai tebing Lampuuk pagi- pagi. Awalnya kami mau sarapan pagi di pantai yang sepi, tapi karena hujan, kami akhirnya duduk di dalam mobil dan makan sambil melihat ombak pagi yang terlalu besar.
Sementara disini, aku berusaha untuk teratur makan pagi. Kadang aku makan bubur ayam, kadang mie rebus telur. Minumnya nyaris selalu es teh manis. Kalau siang aku biasa makan soto atau kwetiau, dan nasi penyetan jadi menu makan malam. Aku bosan 😦
Yah, ini memang rutukan anak manja yang pemilih soal makanan. Mita paling sering protes tentang kebiasaan ini karena aku (yang sering dikasih makan gratis dari katering Mita) terlalu cerewet, entah karena nasi yang tercampur dengan telur merah atau karena saus kecap ikan panggang yang seharusnya dipisah dari nasi justru tercampur dan bikin nasi jadi rasa kecap.
Beberapa hari yang lalu, aku dan Indri berpikir untuk menghemat pengeluaran makan. Kami pesan nasi putih untuk masing- masing dan lauk untuk dimakan berdua. Rasanya nyaman, kayak makan di rumah. Mungkin, penyakit hilang selera makan ini jenis lain dari penyakit rindu-rumah. Sialan. Sekarang aku lapar lagi, tapi malas makan. Aku malas kenyang, uh.
Leave a reply to Nindy Silvie Cancel reply