Tahun Pertama

Tulisan ini adalah bagian dari Project 13 BPMF Pijar

Sebenarnya jika ada yang menanyakan tentang pilihan saya kuliah di Fakultas Filsafat, saya bingung harus mengatakan apa. Saya ingin menjawab, “Wah,ini pilihan pertama saya di atas Antropologi dan Arkeologi,” tapi harus siap berhadapan dengan kernyitan alis orang- orang yang seringkali saya artikan sebagai, “Dasar orang aneh.” Tapi kalau menjawab, “Ah, gak sengaja,” rasanya kurang nyaman.

Pada tahun terakhir di SMA, saya tidak punya rencana yang luar biasa, misalnya untuk kuliah di luar Aceh atau luar negri. Saya hanya ingin kuliah Ilmu Sosial di FISIP Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh yang baru dibuka tahun 2007. Pertimbangan saya saat itu, ada banyak hal yang ingin saya dalami di Aceh, dan saya juga malas merantau. Saya sudah merencanakan semuanya matang- matang: lulus SMA langsung mendaftar seleksi mahasiswa baru dan memilih jurusan Ilmu Sosial di FISIP Universitas Syiah Kuala.

Saat itu, saya juga sedang larut dengan kemeriahan teman- teman SMA, yang beramai- ramai mencoba ikut tes Ujian Tulis UGM di Lhokseumawe, Aceh Utara. Tapi sewaktu mengisi formulir secara online dan menentukan pilihan jurusan, saya butuh waktu cukup lama untuk berpikir: ya, ini mungkin cuma tes iseng- iseng berhadiah masuk UGM, tapi kalau nanti saya lulus, mengambil jurusan ini untuk saya pelajari dengan serius dan menjadi salah satu penentu hidup saya nanti, berarti saya pun harus serius untuk menentukan jurusan apa yang saya pilih.

Saya sebenarnya tertarik dengan sebagian besar disiplin Ilmu Sosial. Tapi untuk Ilmu Ekonomi, saya malas hitung- hitungan, Ilmu Hukum penuh dengan hafalan undang- undang, Ilmu Sosial- Politik dan Psikologi juga ada di Universitas Syiah Kuala, melalui pertimbangan- pertimbangan semacam ini saya menentukan pilihan di UGM. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk memilih Arkeologi dan Antropologi karena berkaitan erat dengan sejarah dan hubungan antar-manusia. Tapi di atas itu, saya memilih belajar Filsafat agar bisa mempelajari akar dari semua cabang ilmu yang sudah berkembang dengan mandiri sekarang ini.

Saya pertama kali ke Yogyakarta tahun 2006 dan melihat UGM dengan perasaan takjub. Saya merasa UGM meriah sekali dengan mahasiswa yang sibuk berdiskusi, latihan bela diri, latihan marching band, bersepeda, atau sekadar ngobrol ngawur sambil ngemil makanan murah di rumput- rumput Boulevard, di depan Gelanggang Mahasiswa dan gedung Grha Sabana Pramana. Saya mengingat Yogyakarta sebagai kota yang sederhana, sehingga saya berpikir dapat kuliah dengan nyaman nantinya.

Melalui beberapa pertimbangan, saya akhirnya melakukan pendaftaran ulang setelah dinyatakan lulus Ujian Tulis, sehingga resmi menjadi mahasiswa baru Fakultas Filsafat UGM. Saat upacara penerimaan mahasiswa baru, barisan mahasiswa baru Fakultas Filsafat berdiri di antara barisan Fakultas Ilmu Sosial- Politik dan Fakultas Ilmu Budaya yang jumlahnya mencapai ratusan. Sementara itu, mahasiswa baru Fakultas Filsafat berjumlah kurang dari 50 orang, sehingga seorang teman mengatakan,

“Wah, kita kalah banyak nih. Rasanya kayak diantara dua samudra,”

“Tenang, yang penting kualitas bukan kuantitas,” sahut seorang teman lain.

Sebagian teman- teman baru di angkatan 2010 mengatakan pada saya bahwa mereka tidak sengaja kuliah di Filsafat, sebagian yang lain mengatakan bahwa mereka bertekad kuliah dengan sungguh- sungguh di Filsafat untuk mencari ‘kebenaran’. Saat itu saya bingung, saya tidak ingin main- main kuliah di Filsafat, tapi juga tidak bertekad untuk mencari ‘kebenaran’.

Minggu- minggu pertama kuliah saya juga sering bingung sendiri. Saya kurang mengerti dengan materi yang disampaikan beberapa dosen. Saya penasaran dengan keadaan Yunani kuno yang menjadi tempat bermain banyak filsuf. Saya ingin tahu penyebab orang- orang kawasan Yunani berpikir mengenai terciptanya alam semesta dan keberadaan, yang selama bertahun- tahun dianggap sebagai hal yang wajar (dan hal ini terjadi jauh sebelum penanggalan Masehi).

Saya ingin tahu kenapa Pythagoras mengajarkan untuk berpantang makan buncis, meremukkan roti dan menyentuh ayam jago putih. Atau mengapa Anaximander beranggapan manusia berasal dari ikan. Sebenarnya saya ingin menanyakan hal- hal semacam itu ke teman- teman lain, tapi saya malu karena teman- teman yang lain sudah memperdebatkan Tuhan, teori emanasi dan gagasan dunia ide Plato.

Saya sempat berpikir, mungkin cuma saya yang sibuk mempertanyakan hal- hal tidak penting semacam itu. Saya akhirnya cuma menyimpan pertanyaan- pertanyaan itu, yang mungkin terlalu konyol atau tidak penting untuk ditanya di kelas.

Hal lain yang saya temui di Fakultas Filsafat adalah perpustakaan yang menyediakan bermacam- macam buku. Sebagian berisi cerita tentang teori dan sejarah filsafat. Beberapa buku menjelaskan hal- hal semacam kaitan negara maritim bangsa Yunani dengan konsep penalaran deduktif secara sangat sederhana dan menyenangkan bagi saya. Saya bisa membayangkan dengan jelas keadaan Athena, penduduk kota, pakaian dan makanan mereka di saaat itu. Melalui hal- hal semacam ini saya bisa memahami latarbelakang beberapa filsuf yang menggagas teori- teori tertentu. Rasa- rasanya justru aneh mendapati hal itu sebagai sesuatu yang tiba- tiba jatuh dari langit.

Saya agak bingung dengan beberapa materi kuliah yang bagi saya menarik tapi dalam penyampaiannya di kelas justru jauh dari kesan itu. Misalnya seperti Pengantar Filsafat dan Azas- Azas Filsafat. Dua matakuliah yang menjadi awal saat mempelajari filsafat di kampus seharusnya disampaikan dengan jelas agar dapat dipahami dengan baik oleh mahasiswa baru seperti saya. Karena tidak nyaman dengan penyampaian materi kuliah yang lebih sering berisi cerita yang sangat jauh dari materi yang akan dipelajari, saya sempat merasa sedih dan khawatir jika harus mengalami ini hingga lulus nanti.

Namun, saat memasuki semester dua, saya mengambil beberapa matakuliah seperti Logika dan Pengantar Studi Agama yang benar- benar menyenangkan dan berbeda dalam penyampaian materi di kelas. Awalnya saya malas dengan kelas Logika karena membayangkan isinya mirip dengan hitung- hitungan matematika, yang setelah saya coba pahami sendiri lewat buku justru membuat saya bertambah malas. Penjelasan dari dosen di semester pertama membuat saya memahami prinsip- prinsip dasar penalaran yang dijelaskan dalam Logika.

Di luar itu semua, saya juga berhadapan dengan beberapa teman yang secara langsung mengatakan pendapatnya tentang Fakultas Filsafat pada saya.

“Gedung Fakultas Filsafat tidak jelas seperti mahasiswanya,”

atau kebalikannya,

“Mahasiswa Filsafat tidak jelas seperti gedungnya.”

Barangkali ini adalah hal yang terlalu sering didengar oleh siapapun tentang Fakultas Filsafat, sehingga Dekan dan Akademik Fakultas Filsafat merasa perlu menanggapinya dengan serius. Beberapa minggu lalu, saya dan teman- teman sempat mengikuti dengar- pendapat dengan Dekan dan Akademik Fakultas Filsafat yang berencana untuk merenovasi gedung Fakultas Filsafat menjadi bertingkat- tingkat seperti gedung Fakultas Kedokteran. Setelah kuliah dua semester di Fakultas Filsafat, saya lebih suka dengan gedung yang sederhana seperti sekarang ini. Saya tidak terlalu suka dengan rancangan gedung baru, apalagi membayangkan setiap hari harus menaiki tangga sampai ke lantai lima. Mungkin beberapa pohon yang tumbuh secara acak di taman Fakultas perlu dibenahi, juga ditambah dengan bangku- bangku agar saya dan teman- teman dapat belajar dan berdiskusi dengan nyaman di ruang terbuka.

Dalam dengar- pendapat itu, hal lain yang dibahas adalah pengenai peluang kerja lulusan Fakultas Filsafat. Ini juga hal yang sangat sering saya dengar. Bahkan saat saya diterima di Fakultas Filsafat, sambil menggoreng ikan untuk makan malam, Ibu saya berkomentar,

“Mau jadi apa nanti kalau kuliah di Filsafat? Kuliah yang pasti- pasti saja, biar jadi PNS.”

Seperti Ibu saya, sebagian besar teman- teman saya yang bercita- cita untuk menjadi PNS menolak untuk kuliah di jurusan- jurusan yang tidak jelas peluang kerjanya seperti Filsafat. Tidak heran setiap tahunnya Fakultas Filsafat cuma menampung sedikit peminat.

Saya tidak tahu apakah Dekan dan Akademik Fakultas Filsafat menjanjikan setiap lulusan menjadi PNS adalah cara agar semakin banyak calon mahasiswa yang memilih jurusan ini. Hal ini dibahas secara cukup serius saat dengar- pendapat, dengan menunjukkan beberapa nama mahasiswa Fakultas Filsafat yang diterima bekerja sebagai PNS di beberapa daerah. Padahal saya mengharapkan lebih banyak nama- nama alumni Filsafat yang bekerja sebagai pekerja sosial, pengajar, seniman, peneliti, sastrawan, jurnalis, atau filsuf seperti yang pernah disebut beberapa teman.

Dalam ‘Politics’ yang dikarang oleh Aristoteles, disebutkan bahwa seorang filsuf Mazhab Milesian yang bernama Thales mengatakan,

“Para filsuf bisa kaya dengan gampang jika mereka mau, hanya saja ambisi mereka menuju ke arah lain.”

Saya tidak suka membayangkan jika harus bekerja sebagai PNS yang bekerja dengan seragam, mengantar surat- surat untuk ditandatangani atasan, dan duduk berjam- jam di kantor, betapa membosankan. Jika ditanya ingin menjadi apa, saya tidak bisa memberi satu jawaban yang pasti, seperti ‘dokter’, ‘pelukis’, atau ‘tentara.’ Meskipun begitu, saya mengerti apa yang saya kehendaki nantinya.

Akhir tahun ini saya akan memasuki semester tiga dan itu berarti tepat setahun sudah saya kuliah di Fakultas Filsafat. Selama setahun kuliah, ada banyak hal menarik yang saya alami, termasuk mengenal teman- teman baru yang unik. Selain beberapa hal menarik yang saya sebut sebelumnya, beberapa teman baik membuat kuliah menjadi lebih menyenangkan. Selama satu tahun juga, kantin yang dijanjikan akan selesai secepatnya belum rampung, sehingga saya tidak bisa tidak ragu dengan rencana pembangunan gedung baru yang disebut- sebut akan selesai kurang dari tiga tahun.


Posted

in

by

Tags:

Comments

4 responses to “Tahun Pertama”

  1. ape Avatar
    ape

    “Meskipun begitu, saya mengerti apa yang saya kehendaki nantinya.”

    apa ya? *intip agenda ‘dalaiwinehouse*’ 🙂

  2. Aulia Avatar

    menarik mengikuti pemikiran dari logika dari orang2 yg belajar filsafat nih 🙂

  3. rico fernando Avatar

    salam kenal mbak…
    saya Rico,maba filsafat ugm 2011..asal saya dari medan tetanggaan dengan Aceh kok..hehehe
    kalo ada perlu boleh minta tolong ya mbak..:)
    thanks

    1. Raisa Kamila Avatar

      salam kenal juga Rico. Selamat datang di Filsafat 🙂

Leave a reply to ape Cancel reply